Edukasi Jadi Easy dengan Teknologi Informasi di Tengah Pandemi

“Ajarkan Papa buat blog dong, Fadli” kata ayah saya waktu itu. Sebagai seorang anak yang senantiasa belajar berbakti sepanjang hidup, tentu saja saya menjawab “IYA”, meski pada waktu itu saya masih di kota dan belum pulang kampung. Kata saya, kalau pulang kampung, insyaa Allah bakal ajari beliau cara membuat blog.

Sedikit cerita, ayah saya adalah seorang guru IPS di salah satu sekolah menengah pertama (SMP) negeri di kampung kami. Meskipun usianya telah lebih dari 50 tahun, semangat beliau untuk belajar teknologi informasi tak kalah hebatnya dengan anak-anak muda.

Buktinya adalah tentang blog itu, dan satu lagi, saat saya mendapati Papa semangat mempelajari sistem informasi Linux—karena anaknya yang kere ini tak mau memasangkan Windows bajakan. Maafkan diriku, Pa…

“Kok malah jadi curhat, Bang?”

Duh, maaf teman-teman, namanya juga curhat colongan. Dan, hei, bukan kah seringkali blog digunakan untuk sarana mencurahkan isi hati—termasuk tulisan yang sedang Anda baca ini. Jika Anda adalah seorang blogger, Anda pasti setuju kan ya?

Ah, terlepas dari itu, bagaimana kalau kita lanjutkan ceritanya?

Jadi, singkat cerita, ketika saya pulang kampung, saya buatkan lah sebuah blog untuk ayah saya di platform blogspot, lengkap dengan membantu memesankan domain dotcom-nya, biar keren gitu. Benar deh, itu ayah saya jadi satu-satunya guru yang punya blog di sekolahnya.

“Jadi nanti di blog Apa bakal dimasukkan tugas sekolah anak-anak” terang beliau melanjutkan.

“Wah, mantap itu Pa” balas saya antusias.

Beberapa waktu setelah itu beliau gigih sekali belajar, sampai menelpon saya sekitar jam 10 malam untuk menanyakan tentang cara mengedit postingan dan memberi label. Dan syukur alhamdulillah, blog itu benar-benar berguna untuk memberikan tugas pada murid saat pandemi tengah melanda.

Blog yang sederhana itu menjadi salah satu teknologi informasi yang membuat edukasi menjadi easy. Psstt, omong-omong, edukasi dan easy itu adalah asal-muasal penamaan blog ini lho. Ehem, Eduisi.

Terlepas dari itu, tentu saja blog bukan satu-satunya produk teknologi informasi yang bisa memberikan berbagai kemudahan bagi dunia pendidikan.

Lain ayah, lain juga tante. Tante saya, adik ibu, adalah seorang guru juga, beliau mengajar di SMA dengan mata pelajaran Fisika–hei, bukankah itu mata pelajaran yang ditakuti banyak siswa? Nah, jika ayah saya karakternya pendiam, tante saya adalah orang yang suka ngomong. Saking suka ngomong-nya, saya dan istri sering ditelpon hanya untuk mendengarkan cerita beliau tentang murid-muridnya, rekan sesama guru hingga kepala sekolah.

Pernah suatu ketika tante sedikit “mengeluh” tentang metode belajar online bagi murid-murid. Bukan, bukan mengeluh karena sulitnya menggunakan platform untuk belajar online, wong pilihannya banyak dan dapat digunakan dengan gratis. Bukan pula soal paket data, karena oleh sekolah para guru disubsidi beli paket datanya. Tante saya hanya sedikit curhat kalau tidak semua murid di kelasnya yang dapat mengikuti pembelajaran online.

“Pernah itu ada murid yang nelpon malam-malam untuk menanyakan tugas. Katanya mau dijemput ke rumah. Itu pun telponnya pinjam hape orang tuanya.” curhat tante saya, lagi.

Boro-boro paket data, ponsel saja tidak punya. Begitulah kira-kira gambaran kondisi para pelajar di daerah atau kampung. Tapi bagaimanapun, kita tentu tidak bisa menyerah dengan keadaan, bukan? Secara pribadi, saya salut dengan ke-gercep-an pemerintah selaku pemangku kepentingan untuk memberikan guru pelatihan-pelatihan online yang dapat menunjang proses belajar mengajar secara daring atau online itu.

Belum lama ini, tante saya ikut pelatihan untuk membuat ujian online dengan menggunakan Google Form. Sebagai latihan dari mentornya, beliau membuat simulasi ujian online dan meminta saya, adik dan sepupu-sepupu saya mencobanya.

Alhasil, saya coba lah itu menjawab soal-soal yang ditanyakan. Ada 20 butir soal Fisika, dan soal itu luar biasa sulitnya. Ampun deh. Namun akhirnya, setelah berusaha memutar otak dan mengingat pelajaran-pelajaran sekolah, saya hanya bisa mendapatkan nilai 55 dari 100. Itu masih tergolong nilai yang “merah” kan ya?

Ah, apa pun itu, yang jelas tenaga pendidikan saat ini banyak mendapatkan ilmu baru yang bisa membuat dunia pendidikan menjadi lebih easy seperti yang saya sampaikan tadi. Bagaimana tidak, banyak pelatihan yang sarat ilmu (kalau kata YouTuber: isinya “daging” semua), yang bisa diperoleh oleh para tenaga pendidikan itu. Dan, semua pelatihan itu bisa diikuti dari rumah dengan platform video conference saja.

Ikutan ngisi simulasi ujian pakai nama pena

Kehadiran berbagai platform video conference itu sangat krusial menurut saya. Ada banyak sih jenis aplikasinya, namun yang paling banyak digunakan dan juga “kontroversial” adalah Zoom yang mendapatkan momen rejekinya.

Hmm, saya kira pendiri Zoom, tidak akan pernah menyangka bahwa dia akan ketiban “durian runtuh”. Tak tanggung-tanggung, dilansir oleh suara.com, Forbes memasukkan pendiri Zoom, Eric Yuan, ke dalam daftar orang terkaya di dunia dengan kekayaan sekitar 120 triliun rupiah. Pandemi Covid-19 ternyata memberikan berkah tersendiri bagi pria yang dilahirkan di tanah Tiongkok itu.

Terkait mengapa Eric Yuan bisa menjadi tambah kaya tentu tidak perlu ditanya, karena besar kemungkinan bahwa Anda juga menjadi pengguna aplikasi besutannya. Tak hanya Anda, saya dan banyak orang di luar sana juga menggunakannya. Salah satu kelompok pengguna itu adalah para guru dan dosen, saat mereka harus memberikan kelas online bagi murid-murid mereka.

Suatu hari saya ditelpon oleh profesor saya “Coba Anda install aplikasi Zoom, Fad. Jadi kita diskusinya di sana saja”, setelah itu saya meng-install aplikasi itu, dan itu adalah kali pertama saya menggunakannya. Dan, sebagaimana pengguna kebanyakan, saya akhirnya juga belajar menggunakan aplikasi sejenis seperti Google Meet dan WebEx.

Jika kita jeli, pandemi ini tidak hanya membuat dunia edukasi menjadi lebih easy lho, tetapi juga memberikan peluang bagi para pebisnis untuk meng-upgrade bisnis mereka. Sebagai contoh, penyedia jasa pembuatan platform e-Learning dan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) untuk kampus dan sekolah yang mendapatkan momentum yang tetap untuk melakukan penetrasi ke calon konsumen potensial mereka.

Bagaimanapun, memang tak dapat dipungkiri, tingginya kebutuhan masyarakat akan teknologi video conference membuat berbagai perusahaan teknologi kenamaan meng-upgrade produk mereka agar bisa menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Facebook dengan jejaring sosial dan WhatsApp-nya meningkatkan batasan pengguna yang terlibat dalam video call.

Raksasa lainnya, Google, juga ikut menggratiskan layanan Google Meet di kala pandemi ini. Semua perkembangan itu tentu memberikan banyak pilihan bagi tenaga-tenaga pendidikan untuk menggunakan platform terbaik dan ternyaman. Ya, ternyaman, sebab yang terbaik belum tentu bikin nyaman, bukan? Eh.

Tips Membuat Edukasi Menjadi Easy di Tengah Pandemi

Saya mencoba menjabarkan beberapa hal di atas untuk memberikan gambaran pada teman-teman pembaca, bahwa meskipun pandemi menghambat mobilitas fisik kita, ia tetap memiliki hikmah. Hikmahnya adalah terbukanya pintu untuk lebih memaksimalkan teknologi informasi di tengah pandemi.

Tapi sayangnya, meskipun berbagai layanan teknologi informasi saat ini bisa diakses dengan gratis, beberapa kalangan masih belum bisa menentukan langkah yang tepat dalam mengoptimalisasi kemudahan itu.

Oleh karenanya, saya merasa tergerak untuk memberikan beberapa tips, khususnya bagi tenaga dan institusi pendidikan, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tengah pandemi dengan memaksimalkan penggunaan teknologi informasi. Berikut beberapa tipsnya.

#1 Petakan distribusi kemampuan murid dan walinya terlebih dahulu

Sebelum kita bicara hal yang lebih muluk mengenai pemaksimalan teknologi informasi untuk edukasi, penting untuk melakukan pemetaan kemampuan murid dan walinya. Beberapa sekolah swasta, apalagi sekolah internasional, tentu dapat dengan mudah menjalankan pembelajaran online lantaran wali muridnya beruntung secara finansial. Lalu, bagaimana dengan sekolah yang di pelosok?

Sekolah perlu sekali memetakan mana murid atau walinya yang punya kemampuan untuk mengakses proses belajar dan mengajar (PBM) online dengan yang tidak. Hasil dari pemetaan ini bisa ditindaklanjuti agar PBM bisa merata pada semua murid atau siswa. Sebagai contoh, siswa yang kurang mampu dapat dibantu beli pulsa atau paket datanya dengan uang komite sekolah.

Bukankah uang komite dikumpulkan untuk kemaslahatan bersama juga?

#2 Bekali para guru kemampuan yang dibutuhkan

Kiat selanjutnya yang dapat dilakukan adalah membekali para guru dengan kemampuan teknologi informasi yang dibutuhkan. Tidak perlu yang sulit-sulit, bisa dimulai dengan hal yang sederhana seperti cara menggunakan Google Drive untuk mengunggah materi belajar dan tugas. Saya rasa, tidak semua guru yang mahir dengan hal itu.

Faktanya, tidak semua guru siap bercengkrama dengan teknologi informasi. Oleh karena itu, pihak sekolah hendaknya memfokuskan perhatian pada guru-guru yang masih muda dan membekali mereka dengan kemampuan sehingga dapat diberikan amanah nantinya.

#3 Siapkan media pembelajaran online minimal untuk 1 minggu

Memang tidak ada salahnya guru menyiapkan media pembelajaran per hari dan diperbaharui setiap hari, tapi menurut saya itu tidak efektif. Kenapa tidak efektif? Karena membuat para siswa harus mengakses internet setiap hari. Syukur-syukur kalau mereka dapat melakukannya dengan mudah, tapi bagaimana kalau tidak?

Sekolah hendaknya meminta guru menyiapkan semua bahan pembelajaran untuk waktu minimal 1 minggu penuh. Jadi siswa hanya perlu mengakses internet 1 kali untuk mengunduh semua bahan dan kembali minggu depannya untuk mengirimkan tugas dan mengunduh bahan baru. Tapi ini opini saya lho ya, pelaksanaannya tentu para guru lebih tahu.

#4 Dorong murid untuk mengakses platform belajar online gratis

Beberapa platform belajar online saat ini bisa diakses dengan gratis. Ada juga yang bekerja sama dengan penyedia layanan internet untuk memberikan paket internet gratis atau super murah khusus akses ke platform terkait. Ini jadi lahan yang bisa dimanfaatkan oleh para tenaga pengajar. Minta atau doronglah murid untuk aktif belajar mandiri di berbagai platform tersebut. Di kondisi pandemi seperti saat ini, kita semua memang harus semakin kreatif dalam meningkatkan kapasitas diri.

#5 Kembangkan media online sekolah seperti website

Di samping semua tips yang sudah saya sampaikan tadi, sekolah hendaknya juga berusaha membuat media sendiri agar tidak perlu lagi menumpang di media atau platform orang lain. Salah satu media itu adalah website.

Saya pribadi pernah iseng mengetikkan nama beberapa sekolah swasta di sekitar tempat tinggal saya di Google, saya ingin mengetahui apakah mereka punya website atau tidak. Ternyata tak banyak dari mereka yang memiliki website. Padahal website itu sangat bermanfaat lho, tidak hanya bagi sekolah, tetapi juga bagi murid dan wali murid.

Website dapat digunakan untuk proses belajar mengajar, penerimaan siswa baru, sarana untuk evaluasi kinerja murid agar dapat dilihat walinya dan sebagainya. Termasuk untuk memuat media pembelajaran yang saya sebutkan di poin #3 tadi.

“Mungkin memang karena membuat website itu tidak mudah” begitu pikir saya waktu itu. Hingga di tengah ke-gabut-an, saya desain sebuah website sekolah untuk dibagikan secara gratis. Singkat cerita, saya buat pesan siaran (broadcast) di WhatsApp yang berujung kepada datangnya beberapa pesan ke saya. Pesan itu menanyakan bagaimana cara dapat website-nya.

Lantas, saya jelaskan baik-baik, kalau saya hanya membagikan source code + database. Selain itu, saya bisa bantu pasangkan di hosting. Bagi yang ingin menginginkan domain .sch.id, saya juga bisa bantu cek domain yang cocok dengan sekolah terkait. Cuma untuk hosting dan domainnya, pihak sekolah siapkan sendiri.

Lagi pula, menyewa hosting sekarang tidaklah mahal, ada banyak paket hosting murah yang bisa dipilih, seperti beragam pilihan hosting di Qwords, salah satu penyedia layanan hosting terbaik di Indonesia. Oh ya, kalau teman-teman pembaca penasaran dengan desain website sekolah yang saya bagikan gratis itu, teman-teman bisa melihatnya dengan mengklik tombol di bawah ya.

Edukasi Semakin Easy bersama Qwords

Salah satu alasan kenapa saya mencoba membagikan desain website gratis adalah karena saya berpikir website adalah wajah sebuah lembaga di dunia maya. Sebuah lembaga dapat dikenali dari website yang mereka miliki.

“Kan gak harus website, media sosial pun bisa”

Ya, media sosial memang bisa juga, tapi kita tidak bisa memuat segala hal di media sosial. Lebih jauh dari itu, media sosial memiliki aturan-aturan tersendiri yang tidak boleh kita langgar. Sedangkan website, bisa kita kelola sekehendak kita. Ya, seperti saya dengan blog Eduisi ini, siapa juga yang bisa menahan saya menuliskan artikel tentang pendidikan—bahkan dengan sudut pandang saya sendiri. Tak ada, bukan?

Terlepas dari itu, website dapat membuat edukasi tadi menjadi lebih easy. Instansi pendidikan bisa membuat platform e-Learning, PPDB, sistem informasi akademik dan lainnya dengan website. Nah kalau dirasa membuat website itu susah, bisa kok pakai desain yang saya bagikan tadi. Selain itu, bisa juga menggunakan jasa desain website dari agensi atau perusahaan terkait seperti Qwords yang sudah saya mention tadi. Mereka menyediakan jasa pembuat website yang premium lho.

“Memang Qwords itu apa?”

Nah, sedikit informasi tentang Qwords. Mereka adalah perusahaan penyedia layanan cloud web hosting Indonesia dengan domain dan hosting terbaik yang dapat diakses dengan cepat dan layanan dukungan 24/7–alias buka selalu. Perusahaan ini terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia lho. Jadi sudah pasti terpercaya dan dapat melayani dengan prima.

Untuk layanan hosting sendiri, Qwords menawarkan 5 jenis hosting yang bisa dipilih sesuai kebutuhan lho. Sebut saja hosting value performance, high performance, unlimited hosting, business cloud hosting dan WordPress hosting. Lebih lengkapnya di infografis di bawah ya.

Pilihan Paket Hosting di Qwords

Nah, dengan adanya berbagai kemudahan dari teknologi informasi yang sudah saya jabarkan tadi, tentu tidak layak bagi dunia pendidikan untuk menjadikan pandemi sebagai alasan menurunnya kinerja, bukan?

Para guru bisa banget membuat blog seperti yang dilakukan ayah saya, serta menimba ilmu di beberapa workshop atau webinar gratis, bahkan Qwords pun beberapa kali menggelar hal serupa di platform Google Meet dan Zoom.

Di samping itu, pihak sekolah bisa melakukan beberapa tips yang sudah saya jabarkan tadi dan mengembangkan website sendiri. Website akan sangat membantu untuk membuat edukasi menjadi easy meski di tengah pandemi. Nah, kalau tidak mau ribet, saya bisa bantu pasangkan website-nya dengan desain yang sudah ada. Terkait domain dan hostingnya, kita bisa pesan di Qwords saja. Kesudahannya, semoga pandemi segera berlalu, dan pendidikan bisa berjalan sebagaimana sebelumnya. Aamiin.[]

44 pemikiran pada “Edukasi Jadi Easy dengan Teknologi Informasi di Tengah Pandemi”

  1. saya baca tulisan ini seperti menghadiri sebuah webinar yang sarat akan manfaat. Terima kasih banyak Mas Fadli, ini adalah ilmu yang sungguh yang sangat bermanfaat buat saya sebagai seorang guru. Nanti kalo saya tanya2 tentang Blog jangan bosan-bosan ya.

    Balas
  2. Tulisannya enak, mengalir bacanya,, edukasi yg easy semoga bisa jadi milestone juga utk pendidikan indonesia. Salah satunya dengan bikin website

    Balas
  3. barangkali ini bagian dr new normal itu ya. sekolah (guru, siswa, dll) harus menyesuaikan. masih ada satu lagi, pemerintah harus tanggap dg kebutuhan internet di seluruh Indonesia, terutama daerah pelosok

    Balas
  4. Selalu ada hikmah dibalik suatu kejadian, tak terkecuali corona ini. Menurut saya nggak hanya subsidi kuota dan memaksimalkan kemampuan para pengajar saja, tetapi pengoptimalan website sebagai media pembelajaran juga sangat perlu bang. Mengingat web pelajaran saya sering down, akhirnya menganggu pelajaran juga. tapi untuk sekelas sekolah sd atau smp mungkin nggak akan terlalu bermasalah ya karena masanya masih dikit

    Balas
  5. Masih semangat ya Papanya Uda. Nggak mau ketinggalan sama yang muda2. Pa lagi satu2 guru yang punya blog. Wah hebat..
    Semoga Papanya uda sehat selalu ya.
    Klu di sekolah saya, sudah menetapkan aplikasi google from dalam membuat soal ujian.
    Trims artikelnya uda.

    Balas
  6. Hahaha saya blogger & saya setuju. Blog saya bisa 95% isinya curcol semua.

    Yups dengan adanya pandemi ini para pebisnis online menjadi raja dibandingnkan pembisnis offline.

    Apalagi dengan segala kemudahan yang ada nggak ada alasan kita tidak produktif ya

    Balas
  7. Hmm jadi bersemangat lg bikin konten yg serius nih Da… soalnya info di atas menarik tuh bahwa pembaca dewasa menganggap blog bacaan yg trusted, antimainstream ketimbang blog berita yg sekadar memberitakan ya.

    Balas
  8. Hikmah pandemi, jadi banyak belajar. Termasuk media online yang naik daun. Semua harus meng-upgrade ilmu. Nice artikel 🙂

    Balas
  9. MasyaaAllah senang sekali lihat orang tua semangat belajar teknologinya tinggi jadi ingat ayah di kampung yang juga senang sekali belajar
    Semoga ini menjadi penyemangat buat para generasi muda
    Kalau yang senior saja enggak lelah belajar, yang masih muda apalagi
    Tulisannya juga lengkap banget nih Mas, aku dulu sempat menggunakan qwords btw 🙂

    Balas
  10. Kalau ada yang bilang, guru kayak terima gaji buta selama pandemi ini emang kudu diajak ngobrol sih orangnya. Setahu saya selama pandemi, guru justru jadi pihak yang paling banyak berjuang dan mencoba berbagai hal baru. Bisa-bisa setelah pandemi, guru yang bakal makin paham soal internet dan seluk-beluknya.

    Balas
  11. Bener sih kalau ternyata di krisis pandemi ini justru semakin meningkatkan kemampuan para tenaga kependidikan dalam memanfaatnkan teknologi informasi. Saya pribadi pun merasakan manfaat di mana banyaknya kelas gratis. Ya di balik cobaan pasti ada saja hikmahnya

    Balas
  12. Budhe saya juga guru Mas. Sama sekali gaptek, main whatsapp juga baru baru ini. Semenjak pandemi, mau nggak mau harus belajar teknologi. Dan, sekarang sudah lancar dengan sistem pembelajaran online. Memang harus upgrade ya semakin ke sini juga teknologi terus berkembang

    Balas
  13. Kakak saya guru, hampir pensiun. Keadaan gini membuat dia kesulitan. Maklum gaptek, pake android aja gak pande. Tapi ya mau ga mau harus belajar juga hehe
    Makasih tipsnya ya

    Balas
  14. Memang tantangannya pendidikan ini, kemampuan tidak merata. Dari cerita yang di pelosok, muridnya yg tidak mampu online. Dari saya yang muridnya pada mampu, saya sempat terseok2 biaya kuota hahaha.

    Balas
  15. Dengan pandemi, orang-orang pada akhirnya belajar memanfaatkan teknologi informasi, meski dengan sangat terpaksa. Hikmahnya sih mereka jadi tahu kalau ada dunia yang sering mereka abaikan padahal kalaou dipakai sangat membantu sekali.

    Balas
  16. Ayahnya keren mau belajar membuat blog. Zaman now memang perlu upgrade skill, terutama di dunia online. Apalagi pandemi gini, banyak yang work from home, jadi ya apa salahnya manfaatin internet untuk sesuatu yang positif.

    Blog baru ya uda? Keren selalu . Sukses terus yaa

    Balas
  17. Harus diakui semenjak pandemi banyak guru dan orang kebanyakan yang mendadak belajar teknologi informasi termasuk soal blog dan mendadak jadi youtuber

    Balas
  18. Sepakat bahwa web sekolah sangat penting. Tapi ya itu tadi, jarang update. Bisa jadi latar pengelola web nya kurang bisa jurnalistik. Mantap Uda artikelnya. Terima kasih banyak

    Balas
  19. Wah keren tulisannya dan idenya, mas. Memang selama masa pandemi ini banyak banget ide kreatif bermunculan ya untuk menunjang berbagai aktivitas kita. Mulai dari seminar dan rapat online hingga media untuk pembelajaran bagi para siswa

    Balas
  20. Sekarang orang-orang memakai jasa teknologi untuk pembalajaran karena covid.

    Tapi, walaupun Covid selesai,pembelajaran online pasti tetap berjalan

    Jadi sepertinya, kita memang harus menghilangkan Gaptek ini.

    Hhhh

    Balas
  21. Pandemi ini jadi mengajarkan kepada para murid dan pendidik untuk mempercepat langkah dalam mendalami dan menggunakan teknologi. Yang jika mengikuti perubahan waktu normal tanpa pandemi mungkin kejadian ini akan berlaku di tahun 2022. Jadi saya menyebutnya percepatan.

    Balas
  22. Betul, teknologi informasi sebenarnya banyak membantu dalam bidang pendidikan. Sayangnya tak semua guru mau dan mampu memanfaatkannya secara optimal.

    Eh, saya ikutan curhat dikit gpp ya. Jadi kan sebulan kemarin saya jadi admin LMS untuk diklat guru. Semua petunjuk sudah di upload di LMS, eh masih juga ada peserta yang nanya-nanya lewat pesan whatsapp. Sebenarnya jengkel kalau ada peserta yang malas baca gini, apalagi ini kan guru. Biasanya saya jawab dengan screenshot tampilan LMS aja

    Balas
  23. Pandemi begini ada sisi positif jadi banyak pelajar dan guru memanfaatkan teknologi untuk sistem pembelajaran… Seharusnya bisa dibuat kelas virtual untuk yang SMA-nya ya… Kaya webinar seperti itu

    Balas
  24. Salah satu hal positif yg bisa kuambil selama pandemi adalah jadi lbh byk belajar. Sebabnya, makin byk org atau organisasi yg ngadain pembelajaran online. Jadi kesempatan buat ikut kelas gratis disana sini terbuka lebar..

    Alhamdulillah byk ilmu yg terupgrade sihh…

    Balas
  25. Covid ‘memaksa’ setiap orang melek teknologi informasi tanpa kecuali. Saya kira pernyataan itu tidak berlebihan. Sekarang tidak ada orang yang ngeles malas berinternet karena semua aktivitas dilakukan di global village ini.
    BTW, tulisannya bagus,Mas. Mengalir 😊

    Balas
  26. ada banyak hal yang akhirnya kita membiasakan diri ketika terjadi pandemi, salah satunya adalah teknologi dimanfaatkan dengan baik dan pada belajar untuk menggunakannya untuk edukasi. Online menjadi solusi ketika belum bisa melakukan pertemuan secara offline

    Balas

Tinggalkan komentar